PENGANTAR HUKUM LINGKUNGAN
Bahan Bacaan :
1. Penegakan Hukum Lingkungan (Prof. Jur Andi Hamzah)
2. Aspek-aspek Hukum Lingkungan (M Taufik Makarao, SH.MH)
3. Hukum Tata Lingkungan (Koesnadi Hardjasoemantri)
A. Pengertian Hukum Lingkungan
Dalam literatur berbahasa Inggris hukum lingkungan disebut environmental law. Orang Belanda menyebutnya milieurecht, sedangkan Jerman menyebutnya umweltrecht, Prancis menamainya droit de environment. Malaysia dengan bahasa Melayu memberi nama hukum alam sekitar, suatu istilah berbau harfiah. Semua istilah pelbagai bahasa bermaksud untuk menunjukkan bagian hukum yang bersangkutan dengan lingkungan fisik dan dapat diterapkan untuk mengatasi pencemaran, pengurasan, dan perusakan (verontreiniging, uitputting en aantasting) lingkungan (fisik).
Jadi, pengertian hukum lingkungan di sini hanya meliputi lingkungan fisik saja dan tidak menyangkut lingkungan sosial. Misalnya tidak meliputi pencemaran kebudayaan Bali oleh turis asing yang membanjiri daerah itu. Akan tetapi, masalah lingkungan berkaitan pula dengan gejala sosial, seperti pertumbuhan penduduk, migrasi, dan tingkah laku sosial dalam memproduksi, mengonsumsi, dan rekreasi. Jadi, permasalahannya tidak semata-mata menyangkut ilmu alam, tetapi juga berkaitan dengan gejala sosial.
Hukum lingkungan pada umumnya bertujuan untuk menyelesaikan masalah lingkungan khususnya yang disebabkan oleh ulah manusia kerusakan lingkungan atau menurunnya mutu lingkungan disebabkan juga oleh bencana alam yang kadang-kadang sangat dahsyat, misalnya meletusnya Gunung Krakatau, gempa bumi yang memporak-porandakan lingkungan di Pulau Flores tahun 1992 dan gempa bumi yang menimpa kota Baru di Iran 26 Desember 2003 yang menewaskan lebih dari 50.000 jiwa dan yang luka-luka tidak terhitung. Pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi gelombang tsunami yang meluluhlantakkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang menewaskan ratusan ribu orang.
Masalah lingkungan bagi manusia dapat dilihat dari segi menurunnya kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan menyangkut nilai lingkungan untuk kesehatan, kesejahteraan, dan ketenteraman manusia. Nilai lingkungan untuk berbagai bentuk pemanfaatan. Hilang dan berkurangnya nilai lingkungan karena pemanfaatan tertentu oleh umat manusia. Menurut Drupsteen, masalah lingkungan merupakan kemunduran kualitas lingkungan. Atau dengan kata lain, bahwa masalah lingkungan yang menyangkut gangguan terhadap lingkungan antara manusia dan lingkungan bentuknya berupa pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan.
Dilihat dari fungsinya, hukum lingkungan berisi kaidah-kaidah tentang perilaku masyarakat yang positif terhadap lingkungannya, langsung atau tidak langsung. Secara langsung kepada masyarakat hukum lingkungan menyatakan apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan. Secara tidak langsung kepada warga masyarakat adalah memberikan landasan bagi yang berwenang untuk memberikan kaidah kepada masyarakat.
Jadi, hukum lingkungan mempunyai dua dimensi. Yang pertama adalah ketentuan tentang tingkah laku masyarakat, semuanya bertujuan supaya anggota masyarakat diimbau bahkan kalau perlu dipaksa memenuhi hu kum lingkungan yang tujuannya memecahkan masalah lingkungan. Yang kedua, adalah dimensi yang memberi hak, kewajiban, dan wewenang badan-badan pemerintah dalam mengelola lingkungan.
B. Hukum Lingkungan Adalah Hukum Fungsional Yang Menempati Titik Silang Pelbagai Bidang Hukum Klasik
Dalam ruang lingkup yang paling luas, hukum lingkungan menyangkut hukum internasional (publik dan privat) dan hukum nasional. Termasuk hukum lingkungan internasional adalah perjanjian bilateral antarnegara, perjanjian regional karena semuanya adalah sumber hukum yang supranasional.
Pencemaran dan perusakan lingkungan tidak hanya menjadi masalah nasional, tetapi telah menjadi masalah antarnegara, regional, dan global. Dunia semakin sempit, hubungan antarnegara bertambah dekat dan makin tergantung satu sama lain. Pencemaran pun semakin luas, kadang-kadang melintasi batas-batas negara dalam bentuk pencemaran air sungai, emisi udara, kebakaran hutan, pencemaran minyak di laut, dan seterusnya.
Pembuangan limbah berbahaya misalnya di hulu Sungai Rijn akan memberi dampak langsung bagi Jerman dan Belanda bahkan negara-negara yang berpantai di laut utara. Kebakaran hutan di Serawak akan mudah merembet ke Kalimantan Barat dan sebaliknya. Semua ini memerlukan pengaturan khusus yang bersifat supranasional. Bahkan kenyataan bocornya ozon, membangunkan setiap negara untuk turut serta menanggulanginya dengan konferensi dan konvensi internasional.
Dalam ruang nasional, hukum lingkungan menempati titik silang pelbagai bagian hukum klasik, yaitu hukum publik dan privat. Termasuk hukum publik adalah hukum pidana, hukum pemerintahan (administratif), hukum pajak, hukum tata negara, bahkan menurut pendapat penulis hukum agraria pun berkaitan dengan hukum lingkungan. Kaitannya dengan UUD 1945 dan hukum tata negara, dapat ditunjuk Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan ini telah dijabarkan ke dalam Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, bahkan telah ditambah dengan dimensi baru, yaitu ruang angkasa, di samping bumi dan air. Dengan demikian, pemberian hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, clan lain-lain harus juga memerhatikan kepentingan lingkungan. Kalau tanah itu dirusak atau dipergunakan yang mengakibatkan pencemaran atau rusaknya lingkungan hidup, hak itu dapat dicabut.
Kaitannya dengan hukum perdata dalam hak dan kewajiban, pertanggungjawaban, ganti kerugian, perbuatan melanggar hukum dan hukum kontrak. Penegakan hukum lingkungan pun akan menjadi titik silang penggunaan instrumen hukum tersebut, terutama instrumen hukum pemerintahan atau administratif, perdata dan hukum pidana.
Hukum lingkungan merupakan hukum fungsional, karena bertujuan untuk menanggulangi pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan sehingga tercipta lingkungan yang baik, sehat, indah, dan nyaman bagi seluruh rakyat. Untuk fungsi itu mempunyai instrtnnen seperti disebutkan sebelumnya yang dipergunakan secara selektif dan kalau perlu secara simultan.
Oleh karena itu, di Indonesia penegakan hukum lingkungan juga melibatkan pelbagai instansi pemerintah sekaligus, seperti polisi, jaksa, pemerintah daerah, pemerintah pusat terutama Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen Kehutanan, clan Departemen Pekerjaan Umum, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, laboratorium kriminal, bahkan swasta seperti LSM (lembaga swadaya masyarakat), dan lain-lain.
Kerja sama antarinstansi tersebut harus serasi, terkoordinasi, clan terpadu. Inilah yang membedakan dengan bidang hukum (klasik) yang lain.Karena dapat ditegakkan secara serempak, dan dapat juga sendiri-sendiri. Penciptaan hukum lingkungan perlu pula memperhatikan segi yang berkaitan antarbidang hukum yang satu dengan yang lain, bahkan bagian-bigian sektoral di dalam hukum lingkungan sendiri.
Faktor lain yang turut menentukan terciptanya lingkungan yang baik, adalah pendidikan, kesadaran hukum, teknologi, dan yang tidak kurang pentingnya adalah keuangan yang memadai untuk membiayai proyek pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan usaha meningkatkan mutu dan keindahan lingkungan. Usaha penegakan hukum lingkungan tidak menjadi tugas pemerintah saja, tetapi seluruh anggota masyarakat harus ikut serta, bahkan harus dimulai dari rumah tangga dan diri sendiri.
Bagi Indonesia yang sedang giat membangun segala segi kehidupan, menggali seluruh sumber daya alam hayati dan nonhayati yang akan habis dan yang masih dapat diperbarui perlu hati-hati, hemat, dan selektif dalam mengelola lingkungan tersebut.
Pembangunan dapat terus dipacu dengan memperhatikan lingkungan jangan sampai merosot mutunya apalagi rusak. Bagi sumber yang akan habis, misalnya minyak bumi yang segera habis sesudah abad ke-20 ini, perlu diusahakan segera sumber penggantinya. Pembangunan yang berwawasan lingkungan ini sudah dikenal secara global dengan nama sustainable development (pembangunan berkelanjutan atau berkesinambungan).
Bukan saja pemerintah, seluruh warga masyarakat tidak hanya memerhatikan semboyan ini, tetapi harus benar-benar mempraktikkannya. Baik negara maju maupun berkembang sama-sama menghadapi masalah lingkungan yang semakin gawat keadaannya.
Perbedaannya adalah kalau negara maju menghadapi masalah lingkungan karena kelewat maju (over development). Adapun negara berkembang menghadapi dua tantangan sekaligus, yaitu pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan yang semakin meningkat dengan kemajuan di bidang industri, juga menghadapi masalah kemiskinan yang menjadi faktor penghalang terbesar dalam penanggulangan masalah lingkungan. Kekurangan dana, pertambahan penduduk, kurangnya sarana dan prasarana ditambah dengan kurangnya perangkat peraturan perundang-undangan lingkungan serta kurang terampilnya penegak hukum menambah masalah.
Demikianlah sehingga mendiang Perdana Menteri Rajiv Gandhi menyatakan dengan terus terang:
In the name of growing more food and providing more comfort we have denuded our forests. In the name of industrial growth, we have polluted the rivers and seas, heated up the globe through the accumulation of carbon dioxide, and even depleted the ozone layers that shield the planet from harmful mic radiation. Ecological degradation (dengan alasan menanam Iebih banyak bahan makanan dan memperoleh kenikmatan lebih banyak, kita telah mcnggunduli hutan-huta kita. Dengan alasan pertumbuhan industri, kita telah mencemari sungai dan laut, meningkatnya panas bumi dengan akumulasi karbon dioksida bahkan membocori lapisan ozon yang melindungi bumi dari radiasi yang merusak. Degradasi ekologis memberi dampak kepada negara berkembang lebih mendasar daripada negara maju.)
Menurut pendapat penulis, koreksi diri seperti dilakukan oleh Rajiv Gandhi ini perlu dihayati oleh pemimpin Indonesia. Kritikan negara maju bahwa kita telah menguras dan merusak hutan tropis seharusnya dijawab denan himbauan agar dicari dana internasional yang lebih besar untuk penanggulangan pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan yarng sudah mendunia bukannya dengan balik menuduh bahwa negara-negai majulah yang lebih dahulu melakukan perusakan lingkungan. Jawaba seperti itu seakan-akan seperti maling teriak maling.
Perlu diyakinkan oleh negara-negara maju, bahwa kemiskinan men pakan sumber pencemar terbesar. Kemiskinan disebabkan oleh penjajah-, yang berabad-abad dan menjadi kewajiban moral negara-negara bekas penjajah untuk membayar utangnya dengan turut membiayai pemberatasan kemiskinan dan penanggulangan pencemaran. Bukan saja industri yang telah menguras hutan, tetapi juga petani miskin yang disebut petani berpindah-pindah telah pula merusak hutan secara luas. Penebangan liar tidak terkendali di hutan-hutan di luar Pulau Jawa yang menjadi sumber bahan bangunan di pusat-pusat pembangunan di Pulau Jawa, perlu ditanggulangi. Memang kemiskinan sendiri merupakan sumber penceman terbesar seperti dikatakan Indira Gandhi:
How we can speak to those who live in villages and in slums abo keeping the oceans, the river and the air clean, when their own liv are contaminated? Are not poverty and need the greatest polluters (Bagaimana kita dapat berbicara kepada mereka yang hidup di des desa dan daerah kumuh mengenai menjaga agar laut, sungai, dan uda tetap bersih apabila hidup mereka sendiri telah tercemar? Bukank kemiskinan dan kebutuhan hidup merupakan pencemar terbesar?)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 memakai istilah lingkung hidup. Ini tidak berarti lingkungannya yang hidup, tetapi manusia dan binatang yang hidup di dalam lingkungan. Lingkungan tidak terdiri atas makhluk hidup dan tumbuhan saja, tetapi juga yang tidak hidup seperti gunung, sungai, lembah, danau, telaga, hutan, dan sebagainya.
Istilah lingkungan hidup maksudnya lingkungan tempat hidup manusia sebagai padanan istilah human environment, istilah yang dipakai oleh Konferensi Lingkungan di Stockholm, yang bernama Declaration of theUnited Nations Conference on the Human Environment (1972). Di dalam proklamasi butir 1 dikatakan:
Man is both creature and moulder of his environment, which gives him physical sustenance and affords him the opportunity for intellectual, moral, social, and spiritual growth. In the long and tortuous evolution of the human race on his planet stage has been reached when, through the rapid acceleration of science and technology. Man has acquired the power to transform his environment in countless ways and on unprecedented scale. Both aspects of mans environment, the natural and manmade, essencial to him well being and to the enjoyment of basic human rights even the right to life itself.
Jadi, lingkungan (hidup) perlu dipertahankan demi untuk menikmati iak-hak dasar manusia, bahkan hak untuk hidup sendiri. Walaupun baru ahun tujuh puluhan orang ramai membicarakan, menulis, mendiskusikan, bahkan mengembangkan studi tentang lingkungan, karena mulai sadar tkan bahaya besar yang mengancam kelestarian lingkungan yang aman Ian sehat, tidaklah berarti bahwa sebelumnya tidak ada sama sekali petgaturan yang menyangkut lingkungan. Masalah lingkungan sebenarnya udah ada sejak kehidupan manusia ada di planet ini.
Usaha manusia untuk menjaga lingkungan hidupnya sudah ada sejak .dahulu. Bahkan lebih dari 1300 tahun yang lampau, Tuhan telah mempeingatkan melalui Alquran agar manusia menjaga lingkungannya setelah diciptakan-Nya alam semesta beserta isinya. Hal ini tercantum di dalam urah antara lain surah Al-A'raaf, Al-Mu'minin, An-Nuur, Al-Furqaan, Ar.uum, Al-Faathir, Yaasin, dan Az-Zukhruf.
Penciptaan peraturan oleh manusia sudah ada berabad-abad di antara angsa beradab. Schaffmeister, seorang guru besar hukum pidana di akultas Hukum Leiden menulis bahwa sejak zaman Romawi bahkan di alam masyarakat mana pun juga telah ada aturan untuk melindungi air iinum. Orang Romawi mengancam pidana denda sangat berat bagi pen;maran yang disengaja terhadap air minum, bahkan dengan pidana mati igi orang yang melakukan peracunan sumber air di zaman abad perte;ahan. Pada tahun 1504 di Napels orang-orang yang membuang sampah ;mbarangan dipidana mendayung perahu atau disuruh menyapu dijalanan.
Raja Jerman Friedrich Wilhelm I memerintahkan tentaranya untuk meIcmpar sampah melalui jendela ke dalam kamar orang-orang yang membuang sampah sembarangan. Begitu pula hutan-hutan dilindungi seperti di Swiss dibuat peraturan dalam tahun 1480 untuk melindungi hutan. Dalam pcrundang-undangan hutan itu sudah terdapat pemikiran modern. Untuk sctiap pohon yang ditebang harus ditanami pohon baru dalam jumlah bcrlipat ganda.
Dalam abad pertengahan, pencuri hasil hutan diancam pidana sangat bcngis di antaranya dipancung atau dipotong tangannya. Di daerah lain bisa diusir ke luar kota sambil digantungi pohon yang telah dirusak di lehernya. Pencemaran lingkungan juga bukan masalah baru. Pencemaran udara sudah terjadi di dalam tahun 1640. William Alfred meminta ganti kerugian sebesar 40 pound pada pengadilan Inggris karena tetangganya mengganggu dengan bau kandang babi, sehingga ia tidak dapat menggunakan tanahnya dengan baik. Pada tahun 1307 Raja Inggris memproklamirkan larangan membakar batu bara di London. Pada tahun 1757 dalam perkara R versus White & Co. terdakwa dipidana karena ia menyebabkan sejumlah gangguan dengan mengeluarkan asap ke udara yang mencemari seluruh rakyat kcrajaan (Inggris). Dalam perkara R versus Meddley & Co. pada tahun 1834 dakwaan kepada perusahaan gas juga kepada ketua, wakil ketua, dan direktur yang secara pribadi bertanggung jawab atas perbuatan kriminal itu. Begitu pula kepada pengawas dan ahli gas ditangkap dan didenda. Dakwaan berupa gangguan yang menyebabkan gas masuk ke Sungai Thames yang menyebabkan ikan-ikan mati dan sejumlah nelayan diberhcntikan begitu pula air sungai itu tidak dapat diminum.
Di Amerika Serikat lebih dari 20 kota telah mempunyai undang-undtmg pengawasan asap sebelum tahun 1912. Pada umumnya daerah kota tClah mempunyai peraturan pengawasan ketat tentang asap sebelum tahun 1960.
Kalau dahulu masalah pencemaran dan perusakan lingkungan merunitkan masalah lokal, sekarang menjadi masalah nasional bahkan internayional. Tingkat pencemaran dan perusakan juga jauh lebih hebat karena kcmajuan teknologi industri.
Pertambahan penduduk yang semakin hari semakin menggusur daerah pertanian dan hutan produktif untuk dijadikan permukiman. Urbanisasi ke kota-kota semakin menghemat di seluruh dunia yang pada akhirnya memperluas wilayah perkotaan yang juga memberi dampak sangat buruk bagi wilayah sekitar kota-kota.
Perlombaan mengejar kemakmuran antarnegara semakin seru yang pada gilirannya menguras sumber-sumber daya alam hayati dan nonhayati. Penciptaan perundang-undangan lingkungan tersendat terutama di negara-negara berkembang, karena bagaimanapun juga penciptaan peraturan yang ketat akan berarti memperlambat laju pembangunan yang menggebu. Gejala baru ini nyata sekali menimpa Indonesia. Undang-undang dan peraturan pelaksanaan UULH tahun 1982, tidak muncul setelah ditunggu empat belas tahun. Ini gejala yang tidak menggembirakan.
Masalah pengaturan lingkungan tidak hanya menjadi urusan nasional, tetapi telah menjadi masalah antarnegara bahkan internasional. Hal ini dapat disimpulkan dari Deklarasi Den Haag (Declaration of the Haque, 1989) yang menyatakan, sebagai berikut.
Therefore we consider that, faced with of a problem the solution to which has three salient features, namely that it is vital, urgent and global, we are in a situation that calls not only for implementation of existing principles but also for a new approach, through the development of a new principles of international law including new and more effective decision making and enforcement mechanism.(Oleh karena itu, kami memandang bahwa dalam menghadapi masalah, pemecahannya mempunyai tiga wajah yang menjulang yakni yang vital, penting, dan global, kami berada dalam situasi untuk tidak hanya mengimplementasikan prinsip-prinsip yang ada, tetapi juga untuk pendekatan baru melalui pengembangan prinsip-prinsip baru hukum internasional meliputi pengambilan keputusan yang baru dan lebih efektif dan mekanisme penegakan hukum).
0 Response for the "PENGANTAR HUKUM LINGKUNGAN"
Posting Komentar