PRINSIP PEMBANGUNAN BERAWAWASAN LINGKUNGAN DAN AMDAL
Sumber Bacaan : NHT Siahan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan ,Jakarta:, 2004.hal.235

a. Prinsip-prinsip Dasar
Sepintas lalu terlihat bahwa antara pembanaunan denqan lingkungan hidup terdapat pertentangan (konflik). Karena bila dilihat dari segi yang luas setiap pembangunan selalu memiliki dampak terhadap lingkungan hidup. Kita ambil sebuah contoh, yaitu pembukaan sebuah jalan raya yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lainnya yang jelas-jelas akan berdampak terhadap lingkungan hidup sekitarnya. Katakanlah dengan pembukaan jalan tersebut akan membawa pengaruh pada 2 (dua) hal, yaitu menebasi pohon-pohon hutan yang terkena peta pembukaan jalan dan terganggunya kestabilan tanah-tanah sekitarnya.
Hal itu juga bisa menimbulkan banjir dan terganggunya sistem habitat manusia dan habitat fauna serta flora lainnya. Semua hal ini dapat memberikan pengaruh atau risiko kepada lingkungan. Tetapi tidak ada suatu tindakan yang tidak berhubung dengan risiko termasuk dalam hubungannya dengan aktivitas lingkungan. Dengan kearifan dan kebijaksanaannya manusia dapat mengantisipasi semua dampak dan mencari solusi supaya interaksi manusia dengan lingkungan dapat seimbang serasi.

Pengaruh tersebut bila dibandingkan dengan manfaat selanjutnya dinikmati oleh subsistem-subsistem lingkungan sekitarnya dan bila berbarter Dengan pembangunan tersebut diperkirakan menimbulkan berbagai risikonya yang merugikan sekali pada sumber-sumber lingkungan setempat, dan sebaliknya semua faktor dapat diarahkan supaya memberikan keserasian baik bagi lingkungan. Pengaruh positif dari pembukaan jalan itu, misalnya menambah mata pencarian penduduk dan tingkat pendapatan perkapita, meningkatkan pendayagunaan sumber daya lingkungan, dan lain-lain. Dan kalaupun timbul ekses-ekses lain secara ekalogi setelah proyek terealisasi, maka ekses-ekses tersebut harus ditekan seminimal mungkin dan diadakan pemulihan secara optimal.
Melalui contoh di atas, nampak bahwa antara pembangunan dan lingkungan hidup tidaklah bertentangan. Hal-hal yang bertentangan baru akan terjadi apabila ap pembangunan yang dijalankan selalu membawa kerugian-kerugian yang lebih bila dibandingkan dengan pengorbanan-pengorbanan ekologis. Timbulnya ebagai risiko yang berasal dari aktivitas yang ditujukan terhadap lingkungan sebelumnya tidak dipertimbangkan seberapa jauh kemampuan suatu dapat menerima aktivitas (pembangunan) yang ada. Kita ketahui bahwa igkungan memiliki sifat keterbatasan kemampuan. Kemampuan lingkungan dapat dilihat dari sifat produktifnya, sifat daya pulihnya, sifat adaptasinya, dan sifat kemampuan menerima segala keadaan eksternal sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan lingkungan, yang dapat dilihat dari sudut sifat atau faktor-faktor tersebut menjadi landasan penting untuk menilai kualitas lingkungan. Makin produktif suatu alam semakin baik kualitas lingkungan itu. Semakin cepat suatu lingkungan beradaptasi atas aktivitas eksternal yang tertuju padanya, maka lingkungan itu juga disebut berkualitas. Sebaliknya, jika tingkat kemampuan lingkungan tetap terlampaui oleh aktivitas pembangunan, maka teriadilah kerusakan lingkungan. Faktor yang terjadi seringkali karena faktor eksternal lebih besar dari pada kemampuan suatu lingkungan. Misalnya ketika pabrik tekstil masih mencapai 10.000 m/hari, kondisi lingkungan masih mampu menerima segala aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi. Tetapi ketika pabrik ditingkatkan mencapai 35.000 m/hari terjadi berbagai gangguan lingkungan di sekitar pabrik. Misalnya, rusaknya saw ladang dan ternak penduduk karena limbah pabrik, jalan menjadi rusak karena sering dilintasi kendaraan berbobot besar untuk pengangkutan bahan-bahan produksi tekstil, atau kebisingan pabrik terjadi hingga malam had karena pabrik aktif hingga hari.

Oleh karena itulah, untuk menghindari konflik yang terlalu besar ant kepentingan di atas, maka UUPLH 1982,~menggariskan Prinsip Pembangunanh Berwawasan Lingkungan. Dalam pasal 1 butir ke 13 UUPLH dikatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang kesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.
Jadi ada,3,unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan lingkungan:
1. Penggunaan/pengelolaan sumber daya secara bijaksana;
2. Menunjang pembangunan yang berkesinambungan;
3. Meningkatkan mutu hidup;

Pengertian sumber daya pada butir 13 tersebut harus diartikan lebih luas yaitu, bukan hanya mencakup pengertian ekonomis seperti sumber daya alam atau sumber daya buatan, tetapi juga meliputi semua bagian lingkungan hidup kita sendiri, mulai dari surnber daya biotik (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, sumber daya abiotik (air, udara, cahaya, tanah, barang-barang tambang dan lain-lain) sampai pada sumber daya buatan (mesin, hasil-hasil industri, gedung, dan sebagainya).

Dalam GBHN terdapat garis yang jelas mengenai prinsip berwawasan lingkungan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam rangka pembangunan, sumber daya alam harus digunakan rasional
2. Pemanfaatan sumber daya harus diusahakan untuk tidak merusak lingkungan hidup.
3. Harus dilaksanakan dengan kebijaksanaan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
4. Memperhitungkan hubungan kait-mengait dan ketergantungan antara berbagai masalah.



b. Amdal dan Andal
Salah satu orientasi hukum lingkungan adalah menekankan prinsi pencegahan (preventing oriented). Orientasi demikian dapat dilihat baik dalam 1982 maupun UUPLH 1997 dengan berbagai peraturan organiknya. Hal yang sama juga telah dijadikan sebagai landasan penting bagi sistem pembangunan yang dijalankan oleh negara-negara, sebagaimana dirumuskan melalui Konferensi Stockholm 1972 maupun KTT Rio 1992. Mengenai instrumen analisis dampak lingkungan, ditegaskan supaya diberlakukan terhadap kegiatan yang membahayakan lingkungan. Prinsip 17 Deklarasi Rio mengatakan: "Environment impact assessment, as a national instrument, shall be undertaken for proposed aivities that are likely to have a significant adverse impact on the environment and are to a desicion of a competent national authority".
Suatu kaitan penting dari prinsip pembangunan berwawasan lingkungan adalah analisis atas sejauh mana dampak atau pengaruh-pengaruh yang timbul terhadap suatu kegiatan yang akan direncanakan. Prinsip demikian didasarkan pada sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Analisis Dampak Lingkungan dalam istilah asing disebut dengan "Environmental Impact Analysis"; "Environmental Impact Statement"; "Environmental Impact Assessment" atau "Environmental Assessment and Statement".

Prof. Otto Soemarwoto menggunakan istilah tersebut dengan Analisis Dampak Lingkungan, dan berkenaan dengan itu tetapi dalam tekanan lain, sebagai AMRIL (Analisis Manfaat dan Risiko Lingkungan). Prof. St. Munadjat Danusaputro mengistilahkannya dengan "Pernyataan Dampak Lingkungan" sebagai terjemahan dari Environmental Impact Statement.
Semua istilah di atas menunjuk pada pengertian bahwa setiap rencana aktivitas manusia, khususnya dalam kerangka pembangunan yang selalu membawa dampak dan perubahan terhadap lingkungan perlu dikaji (dianalisis) lebih dahulu secara seksama. Berdasarkan kajian ini, akan dapat diidentifikasi dampak-dampak yang timbul, baik yang bermanfaat maupun yang merugikan bagi kehidupan manusia.

Istilah Amdal berkaitan dengan aspek-aspek yang bukan saja bersifat teknis, tetapi juga aspek hukum dan aspek administratif. Dalam hubungan itu, supaya lebih jelas dipahami, kiranya dapat diberikan pengertian mengenai Amdal. UUPLH 1997 memberikan pengertian Amdal demikian

"Analisis mengenai dampak lingkungan adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan 6agi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan"

Selain istilah Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) ada pula yang disebut an Andal (Analisis Dampak Lingkungan). Dalam bahasa Inggris, Amdal diistilahkan dari Environmental Impact Assessment (EIA), sedangkan Andal berasal dari istili Environmental Impact Statement (EIS). Dalam bahasa Belanda masing-masing disebut dengan milieu-effectrapportage (ME) Dan melieueffect rapport (MER). pengertian Andal, dapat dilihat dalam PP No 27 Tahun 1999, yang di dalam Pasal 1 butir 4 mengatakan:
"Analisis dampak lingkungan hidup (Andal) adalah penelaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana dan/atau kegiatan";
Jika kita simak, maka Amdal dapat diartikan sebagai suatu instrumen pengambil keputusan tentang rencana penyelenggaraan usaha yang berkenaan denga pengelolaan dampak besar dan penting serta merupakan public policy yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pelaksanaan undang-undang untuk mempertahankan lingkungan berkelanjutan. Andal adalah suatu mekanisme penerapan atau pelaksanaan dari a Amdal yang ditetapkan atas suatu rencana kegiatan konkrit atau atas suatu rencana proyek tertentu, yang menurut Rangkuti disebut sebagai komponen studi kelayakan berupa dokumen
Jadi ringkasnya Amdal merupakan sistem hukum lingkungan yang diambil secara nasional (sifatnya macropolicy), sementara Andal adalah melaksanakan apa yang telah ditentukan Amdal (melakukan kajian cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting) atas suatu rencana kegiatan. Sifatnya di sini adalah sebagai micro policy terhadap proyek tertentu.

c. Amdal bersifat Mandatory
Sistem Amdal dikenal pertama kali ketika sistem ini dimasukkan menjadi keputusan hukum dalam bidang lingkungan di Amerika Serikat pada tahun 1970 dengan nama NEPA (National Environmental Policy Act). NEPA 1970 ini berangkat dari kenyataan bahwa kerusakan lingkungan kian memuncak tatkala pola industrialisasi Amerika Serikat semakin meningkat, dan karenanya setiap proyek yang berskala besar diharuskan untuk melalui proses Amdal terlebih dahulu.
Bahkan semua kegiatan yang dijalankan oleh Amerika Serikat di luar negeri termasuk di Indonesia, diharuskan untuk melakukan Amdal sesuai ketentuan NEPA, meskipun di negara-negara lain tidak mengenakan ketentuan Amdal. Misalnya, perusahaan Union Oil milik Amerika Serikat yang beroperasi di Balikpapan, sejak tahun 1970-an telah melaksanakan Amdal sebagaimana menurut ketentuan hukum lingkungan Amerika Serikat (5.102 (c) NEPA).
S.102 (c) NEPA 1969 menentukan bahwa setiap rencana kegiatan yanc diperkirakan mempengaruhi lingkungan (significantly affecting the quality of the human environment), diwajibkan melakukan prosedur Amdal. Menafsirkan dan menentukan significantly affecting dalam kenyataannya tidak mudah dilakukan oleh para hakim di Amerika, di mana hal ini tercermin dari ketidakseragaman interpretasi yang mereka ambil dalam kasus-kasus lingkungan.
Memang negara yang cukup maju dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan lingkungan Amdal adalah Amerika Serikat, dan bisa dicatat bahwa sistem huktam lingkungan negara ini ternyata telah mempengaruhi negara-negara lain untuk menerapkan hukum lingkungan, termasuk sistem Amdalnya.
Kecuali Amerika Serikat, Kanada juga merupakan sebagai negara yang cukup maju mempelopori dan menerapkan hukum lingkungan dan Amdal pada khususnya. Banyak mahasiswa asing yang belajar ke negara ini untuk menimba pengetahuan hukum lingkungan, seperti Australia dan Indonesia. Sekalipun Amdal di Kanada banyak menerapkan sistem dari Amerika Serikat, namun banyak metode yang spesifik dikembangkan Kanada dalam menata lingkungan yang patut dikenakan mekanisme Amdal.
Hukum melalui UUPLH telah mewajibkan diinternalkannya Amdal dalam kegiatan pembangunan sebagai implementasi pembangunan berwawasan lingkungan. Implikasi terpenting dari prinsip pembangunan berwawasan lingkungan ini dapat kita lihat melalui ketentuan-ketentuan pasal-pasal UUPLH 1997, yaitu pasal-pasal 3, 4, .5, 6, 7, 8,9,10,15,16,17,18,19,20,21,22,dan 23.
Apa yang diatur oleh pasal-pasal tersebut di atas di samping keberadaannya ada yang tidak memerlukan peraturan organik, ada juga yang membutuhkan peraturan organik, baik UU, PP, Keppres, Permen, Kepmen, SK Gub, SK Bupati/walikota dan seterusnya.
Di samping itu, ada pula yang sudah diatur sebelum UUPLH berlaku, sebagaimana menurut Pasal 50 UUPLH. Apabila demikian halnya, maka sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) terhadap setiap kegiatan yang oleh Pasal 15 UUPLH sebagai bersifat mandatory, secara konsepsional memiliki karakter hukum dalam tiga ha1

Pertama :
Keterkaitan kaidah hukumnya dengan ketentuan hukum sektoral berbagai instansi yang bertanggung jawab dalam proses pengambilan keputusan mengenai naskah Amdal seperti bidang pengairan, kehutanan, industri, kesehatan, pertambangan, dan sebagainya.
Kedua :
Ketentuan hukum sektoral yang mengatur aspek lingkungan harus ditafsirkan dan disesuaikan dengan asas-asas dan kaidah hukum lingkungan dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UUPLH. Hal demikian berarti bahwa ketentuan hukum sektoral tidak dapat diterima secara harafiah sebagai mana dalam rumusan hukum lama yang dibuat dalam keadaan yang berbeda jauh dengan keadaan sekarang dalam arti teknologi, ekonomi, sosial, budaya, dan tingkat risiko yang ditimbulkannya. Aspek-aspek Hukum Tentang Ketentuan Amdal dalam Pembangunan Industri, Kesulitan ini dapat diterobos dengan mengacu kepada UUPLH dan PP tentang Amdal, karena lebih menekankan pada pengertian asas-asas hukum lingkungan yang mengutamakan perlindungan ekosistem, daya dukung lingkungan sebagai penunjang bagi asas-asas hukum umum yang lazim untuk menguji dan menyesuaikan kaidah-kaidah hukum lama agar tidak bertentangan dengan rasa keadilan.
Ketiga :
Amdal sebagai bagian dari sistem hukum lingkungan, menurut koi pengelolaan lingkungan bersifat menyeluruh. Perubahan konsep pengaturan hukum sektoral ke dalam hukum pengelolaan yang bersifat ekologis dan menyeluruh dengan menekankan perhatian pada aspek sustainable development membawa perkembangan baru sistem hukum lingkungan. Sebab konsep hukum dalam arti ini memerlukan daya prediksi secara ilmiah (scientific prediction).

d. Amdal sebagai Kewajiban Praaudit
Amdal harus meletakkan semua fakta di atas meja. Berbagai dampak negatif dan positif dari kegiatan pembangunan terhadap lingkungan perlu diketahui masyarakat dan pengambil keputusan agar bisa dipilih langkah tindak pembangunan secara bertanggung jawab.
Manfaatnya secara konkrit adalah bahwa Amdal dapat membantu para pengusaha memilih teknologi dan alat-alat produksi yang dapat menekan/memperkecil dampa negatif lingkungan. Menurut Emil Salim, walaupun Amdal memberikan kelengkapan informasi bagi pengambil keputusan, namun Amdal tidak memberi apriori penilaian bahwa suatu pembangunan adalah buruk atau baik. Penetapan buruk baiknya suatu proyek pembangunan setelah Amdal diketahui terletak di tangan pengambi keputusan.213
Dengan demikian, yang diharapkan dari Amdal terutama tentang kelengkapan data informasi, supaya diketahui apa yang menjadi akibat dari kegiatan pembangunan. Hal yang menentukan besar kecilnya dampak negatif ialah gambaran cita-cita mengenai kualitas lingkungan yang ingin dicapai. Sedangkan bobot penilaian terhadap bes kecilnya dampak dipengaruhi oleh mutu lingkungan yang akan dicapai.
Prof. Dr. Otto Soemarwoto mengatakan bahwa Amdal bersifat pra-audit, yaitu Amdal harus dilakukan sebelum suatu proyek dilaksanakan. Dan untuk teknisnya, Amdal hanya dapat dilakukan dengan memenuhi 2 syarat:Z
1) Ada suatu rencana kegiatan, dan
2) Ada garis dasar.

Diketahuinya rencana kegiatan merupakan hal yang sangat penting, sebab apabila apabila kegiatan tidak diketahui, maka dampak yang mungkin timbul dari kegiatan tidk didak dapat diperkirakan, sdenagkan garis dasar (bas line) ialah keadaan lingkungan tanpa adanya proyek (aktivitas). Fungsi garis dasar di sini adalah sebagai acuan untuk mengukur dampak. Sedangkan dampak dalam sistem Amdal dikaitkan dengan dua jenis batasan. Pertama, perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah berlangsungnya pembangunan, batasan kedua yakni perbedaan antara kondisi lingkungan yang akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diperkirakan akan adanya (hadirnya) pembangunan tersebut. Batasan yang sama juga diberlakukan pada dampak lingkungan terhadap pembangunan.
Batasan yang diambil Scientific Commitee on Problem of the Environment (SCOPE), sebuah panitia internasional yang mempunyai tugas mempelajari masalah lingkungan, adalah batasan yang kedua. Batasan demikian dipergunakan pula oleh Prof. Otto Soemarwoto Dampak didefinisikan sebagai perbedaan kondisi lingkungan antara dengan dan tanpa adanya proyek. Definisi demikian tidak dijumpai baik dalam UUPLH 1982 maupun UUPLH 1997, begitu juga dalam PP Amdal no 29 Tahun -1986, PP Amdal No 51 Tahun 1993 maupun PP Amdal no 27 tahun 1999. Definisi yang dijumpai dalam ketiga PP tersebut adalah mengenai dampak besar dan penting.
Analisis Manfaat dan Risiko Lingkungan (AMRIL)

Sebagai sistem analisis yang bersifat preaudit, Amdal tidak digunakan pada proyek-proyek yang telah jadi. Tetapi sangat disayangkan, sebagaimana menurut Prof. Otto, sistem ini dipergunakan juga pada proyek yang telah jadi.Bagi proyek-proyek yang telah jadi bukan berarti sistem analisis lingkungan sudah tertutup, tetapi untuk itu digunakan metode analisis yang lain. Prof. Otto menunjuk dan memperkenalkan Analisis Manfaat dan Risiko Lingkungan (Amril) tentang garis dasar (term of reference) yang merupakan titik acuan untuk mengukur dampak, yaitu ngkungan yang diperkirakan akan ada tanpa adanya proyek.
Risiko lingkungan diartikan sebagai suatu proses dalam lingkungan yang memiliki probabilitas tertentu. Menurut Otto, sistem Amril dapat digunakan sebagai bagian dari Amdal atau terlepas darinya.21 $ Rasio penggunaan Amdal ialah bahwa di dalam Amdal banyak perkiraan yang mengandung ketidakpastian, di mana di kemudian hari perkiraan yang dibuat melalui Amdal ternyata tidak benar. Jadi pada proyek yang dah operasional Amdal dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menganalisis pak yang telah dialami oleh lingkungan.
Analisis ini digunakan baik untuk mengkaji suatu dampak/perubahan maupui kondisi lingkungan tertentu. Melalui Amril ini, baik dampak negatif berupa risiko lingkungan, maupun dampak positif berupa manfaat lingkungan secara eksplisit telah dinyatakan sedemikian rupa sehingga kedua bentuk dampak yang akan mendapat perhatian/pengkajian yang sama.
Amril juga harus memenuhi 2 syarat, yaitu harus diketahui rencana kegiatan dan adanya garis dasac Yang membuat Amril lebih luwes dari Amdal adalah bahwa AMRIL tidak semata-mata mengkaji kepentingan lingkungan saja dari proyek pembangunan tetapi juga kepentingan pembangunan (proyek) tersebut terhadap faktor lingkungan Jadi jelaslah di sini bahwa AMRIL mengkaji 2 sasaran sekaligus, yaitu faktor lingkungan hidup terhadap proyek dan faktor proyek terhadap lingkungan itu.
Lebih dari pada itu, kalau Amdal hanya dapat digunakan untuk rencana proyek secara dini (baca: proyek belum jadi), maka Amril dapat mengkaji proyek- proyek yang sudah jadi.

d. Kategori Kegiatan Yang Menimbulkan Dampak Penting
1. Dasar Hukum
Pasal 15 UUPLH 1997 menetapkan bahwa setiap rencana kegiatan yang mungkin dapat menimbulkan dampak besar dan penting, diwajibkan untuk memiliki Amdal. Hal ini berarti bahwa tidak setiap kegiatan atau usaha harus memperoleh Amdal, tetapi hanya terbatas pada rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting, sehingga tercipta pola selektif. Pertanyaannya ialah bagaimana menentukan bahwa sebuah rencana kegiatan mungkin menimbulkan dampak besar dan penting.
Sebelum lebih jauh membahas pertanyaan demikian, patut kiranya dikaji lebih dahulu apa yang dimaksud dengan dampak besar dan dampak penting. PP No 27 Tahun 1999 tampaknya hanya memberikan pengertian dalam satu rangkaian pengertian kepada kedua jenis dampak tersebut dan tidak membedakannya atas dampak besar dan dampak penting. Dampak besar dan penting diartikan sebagai berikut:
"Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan"
Pengaturan mengenai rencana usaha atau kegiatan yang menimbulkan dam besar dan penting, begitu juga mengenai tata cara penyusunan dan penilaian An diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 15 ayat 2). Peraturan Pemerintah ( yang dimaksud di atas adalah PP No 27 Tahun 1999 tentang Amdal, yang diundangkan dalam LN No 59. Sebelum berlaku PP No 27 Tahun 1999, ketentuan mengenai Amdal terdapat dalam PP No 51 Tahun 1993 (LN No 3538). PP No 51 Tahun 1993 ini mengantikan PP No 29 Tahun 1986 dengan LN No 42.
Dengan demikian sejak berlakunya UUPLH untuk pertama kalinya pada tahun 1982 hingga kemudian UUPLH 1997, telah berlaku tiga PP tentang Amdal, di mana dua dari PP tersebut yakni PP No 29 Tahun 1986 dan PP No 51 Tahun 1993 dibuat ketika negara masih menggunakan UU No 4 Tahun 1982, sementara PP No 27 Tahun 1999 dibuat setelah negara menggunakan UU No 23 Tahun 1997.
Prinsip Amdal dalam UUPLH 1997 lebih berbeda dengan UUPLH 1982, karena izin operasi dapat dikeluarkan setelah Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dilaksanakan, suatu sistem yang lain dari sebelumnya dimana banyak rencana kegiatan (proyek) yang telah dilengkapi dengan Amdal, namun tidak ditindaklanjuti. Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (3) UUPLH dinyatakan antara lain:
"Bagi usaha dan/atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin melakukan usaha dan kegiatan".
2. Aktivitas yang Menimbulkan Dampak
Karena itu, secara yuridis dikatakan bahwa izin tidak akan mungkin diberikan jika Amdal tidak lebih dahulu dilakukan, karena "apabila suatu rencana kegiatan diwajibkan melaksanakan analisis dampak lingkungan (Andal), maka persetujuan atas analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) tersebut harus diajukan bersama dengan permohonan izin melakukan kegiatan".
Amdal merupakan bagian dari kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan, di mana hasil suatu analisis digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah. Apabila kita menyimak penjelasan PP No 27 Tahun 1999 ini, studi kelayakan bagi suatu kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting meliputi tiga komponen:
a. analisis teknis;
b. analisis ekonomis-finansial;
c. analisis mengenai dampak lingkungan.

Analisis mengenai dampak lingkungan sudah harus disusun dan mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab sebelum kegiatan konstruksi usaha dan kegiatan tersebut dilaksanakan. Dampak besar dan penting telah disebutkan dalam penjelasan Pasal 15 UUPLH. Kriteria yang dipakai untuk mengukur dampak penting dan besar tersebut adalah:
a. Jumlah manusia yang akan terkena;
b. wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dampak dan lamanya dampakerlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena;
e. sifat kumulatif dampak tersebut;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak.

Kriteria yang diberikan pasal tersebut hanyalah sebagian dari kriteria yang ada. Selanjutnya timbul pertanyaan, kegiatan apa saja yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting tersebut?

Aktivitas yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan meliputi beberapa kegiatan, berupa:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber-sumber yang terbarui maupun tak terbarui;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemboi pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta kemerosotan sumber-sumber alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi konservasi sumber daya alam dan atau perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik; g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
g. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup;
h. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan atau mempengaruhi pertahanan negara.

3. Interpretasi, Konsekuensi, dan Kekuasaan Sektoral
Pengkategorian kegiatan tersebut di atas didasarkan pada pengalaman dan tingkat perkembangan iptek yang menimbulkan dampak bagi lingkungan, jadi bukan bersifa limitatif dan kategori demikian juga dapat berubah sesuai perkembangan iptek. Misalnya, dalam kegiatan pembuatan jalan, bendungan, jalan kereta api, dan pembukaan hutan; kegiatan pertambangan dan eksploitasi hutan; pemanfaatan tanah yang tidak diikuti dengan usaha konservasi dan penggunaan energi yang tidak diikuti dengan teknologi yang dapat mengefisienkan pemakaiannya. Demikian pula dalam hal kegiatan yang menimbulkan perubahan struktur tata nilai, pandangan atau cara hidup masyarakat setempat; kegiatan yang proses dan hasilnya menimbulkan pencemaran, kerusakan kawasan konservasi alam atau pencemaran benda cagar budaya dan sebagainya.

Categories: , , , ,

1 Response for the "PRINSIP PEMBANGUNAN BERAWAWASAN LINGKUNGAN DAN AMDAL"

  1. Unknown says:

    good

Posting Komentar